Oleh: Titien Agustina
(Dosen STIMI Banjarmasin)
Sejak era reformasi berkibar dan otonomi daerah digelar, maka masalah Keluarga Berencana (KB) secara perlahan kurang mendapat porsi yang optimal dalam strata pemerintahan sebagaimana yang dilakukan penguasa Orde Baru. Ini berdampak dengan kebijakan yang menyertainya.
Berdasarkan kenyataan dan akibat yang sudah terjadi tersebut, maka dilakukanlah berbagai perubahan dalam struktur tata kerja pemerintahan. Terutama yang terkait dengan penanganan KB dan pengendalian serta pencegahan laju pertumbuhan penduduk terus dilakukan. Hal ini diharapkan dapat mendorong terjadinya perubahan paradigma dan tindakan dalam melihat dan menyelesaikan persoalan kependudukan ini.
Ini dikarenakan, ternyata masalah KB dan kependudukan adalah persoalan besar bangsa yang harus selalu mendapat perhatian dari berbagai pihak. Menyangkut persoalan kependudukan, bukan hanya urusan orang BKKBN yang sejak terbitnya UU No.52/2009 berubah nama dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Namun menyangkut dan menjadi tanggung jawab seluruh komponen bangsa.
Oleh karena itu perhatian dan aksi yang jelas serta nyata diperlukan dalam turut mengatasi masalah kependudukan dan KB yang harus melibatkan semua komponen anak bangsa ini. Agar perihal program KB dan kependudukan ini akan segera tuntas bila semua komponen anak bangsa ikut terlibat. Karena kependudukan sangat terkait dengan semua unsur kehidupan lainnya pula.
Untuk itu diperlukan adanya gerakan bersama yang melibatkan semua komponen anak bangsa untuk ikut serta memberikan sumbangsihnya bagi persoalan bangsa yang sebenarnya tidak lain adalah juga persoalan dia sebagai rakyat dan pribadi. Mengapa? Karena ketika persoalan jumlah kepemilikan anak misalnya hanya ditujukan pada orang miskin saja? Sementara si kaya merasa tidak punya “kewajiban” untuk turut mensukseskan dan melaksanakan program KB dalam keluarganya? Lalu apa dampaknya?
Hal tersebut bisa kita simak dari analog berikut ini. Misalnya bagi si miskin. Sangat jelas bahwa pencegahan dan atau keikutsertaannya sebagai akseptor KB pasti bisa mengurangi beban tanggungan keluarga yang harus dipikul. Baik menyangkut sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dlsb. Lalu bagi si kaya? Selama ini orang masih berasumsi dan menganggap program KB ditujukan agar bisa mengendalikan kelahiran sehingga bisa tercapai keluarga bahagia. Sementara si kaya menganggap, dengan kekayaan yang dimilikinya, masalah jumlah anak dan ongkos yang diakibatkannya tidak menjadi persoalan bagi keluarga dia. Sehingga mereka beranggapan “boleh” untuk menambah anak lebih dari dua orang? Padahal ini tetap keliru. Karena jelas menunjukkan nasionalisme dia sebagai warga Negara patut diragukan! Bagaimana mungkin?
Ya. Fakta di masyarakat, sebuah keluarga berkecukupan miliki empat anak dengan pendidikan dan karier yang bagus. Keempatnya juga bisa hidup lebih dari cukup hingga memiliki mobil masing-masing. Tetapi sadarkah dia? Bahwa ada “jatah” orang lain yang dia ambil ! Mestinya keluarga ini hanya memiliki “jatah” dua orang, sekarang dia mengambil dua jatah milik orang lain akibat pola pikir yang dianutnya.
Dari analog tersebut jelas bahwa seandainya masing-masing keluarga mau menyadari hal ini, maka tentu kesejahteraan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat akan bisa cepat tercapai. Karena ada sebuah nasionalisme yang menggerakkan kesadaran untuk mau berbagi dan peduli kepada persoalan orang lain, juga persoalan bangsa yang lebih besar.
Dengan demikian maka upaya mensosialisasikan pembangunan dan pendidikan berwawasan kependudukan menjadi hal yang sangat penting sekali. Materi seputar KB dan kependudukan mestinya bisa diberikan dalam bentuk sisipan atau tema pembahasan/diskusi di sekolah hingga perguruan tinggi. Dengan demikian akan tumbuh suatu pengertian dan kesadaran dari anak bangsa sejak sedini mungkin tentang konsep Keluarga Kecil Bahagia dan Kependudukan ini dengan paradigma berpikir yang tidak sempit.
Akhirnya dengan melalui program KB dan kependudukan ini juga akan bisa ditumbuhkan kesadaran dan nasionalisme di kalangan masyarakat. Terutama kepada anak didik sedini mungkin melalui peletakan dasar pengertian dan pemahaman yang benar terhadap masalah kependudukan ini. Semoga pendidikan berwawasan kependudukan yang sudah mulai disosialisasikan BKKBN sejak beberapa waktu ini, bisa menjadi salah satu solusi dini yang tidak kenal henti. Aaamiiin.
Banjarmasin, 27 Nopember 2013